Jumat, 12 Februari 2016

Agama Konghucu

SEKILAS TENGTANG AGAMA KONGHUCU

MUNAWIR

MAHASISWA UIN AR-RANIRY FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

KATA KUNCI: Agama konghucu, sejarah suci oey tee, kitab suci, kemasyarakatan.

PENDAHULUAN
Ajaran konghucu  dalam bahasa tiong hoa, istilahnya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati terpelajar dan berbudu luhur. Konghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan dia hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahiranhya. Konghucu mengajarkan tentang bagaimana hubungan antara sesame manusia atau di sebut(rendao) dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan sang pencipta semesta(tian dao).

A.      HIKAYAT SUCI NABI KONGCU

Leluhur nabi konghucu adalah baginda suci oey tee (2698-2598 sm), seorang raja suci pembimbing umat manusia berbudaya, perintis peradaban manusia, seorang bijaksna yang mampu menghantarkan rakyanya ke dalam hidup harmonis lahir dan batin.ayah nabi konghucu bernama konghut.
1.    Di lahirkan sebagai seorang nabi
Ibu gan cay ikut merasakan suasana prihatin dan seringmengikuti suaminya naik ke bukit Ni melakukan uja dan doa kehadirat thian, tuhan ynag maha esa agar di karuniai seorang putra yang suci dan muliauntuk melanjutkan kurun keluarganya. Pada malm menjelang kelahiran, turunlah 2 ekor naga berjaga di kiri-kanan, terdengar alunan music merdu di angkasa, dua bidadari menampakkan diri dan menuankan bebauan harum seolah memandikan sang bunda, ketika bayi itu lahir muncul sumber air dari lantai khongsong. Ayah nabi kongcu mati ketika nabi berumur 3 tahun (tahun 525 sm), sedangkan sang ibu, Gan tien cay wafat ketika nabi berusia 26 tahun.
2.    Mulai mewartakan wahyu
kongcu mulia mewartakan wahyu yang di terimanya dari tuhan yang maha esa beliau berumur 30 tahun, sejak itu beliu juga mulai menrima para murid, pada tahun 518 Sm nabi melakukan perjalanan ke kota loo-iep, meraka bekeliling dari satu Negara ke Negara yan lain, ke Negara wee, song, tien, chai, kong, cho.
3.    Mengakhiri pewartaan wahyu
pada penghujung kehidupannya, suatu malam nabi bermimpi duduk di dalam sebuah gedung di antara dua pilar merah. Mimpi itu menyakinkan nabi bahwa sudah saatnya nabi meninggalkan dunia ini. Sejak itu nabi tihdak keluar rumah lagi, dan tujuh hari kemudian wafaltah beliau.

B.       KITAB SUCI AGAMA KONGHUCU

kitab suci konghucu yang tertua berasal dari raja suci giau (2357-2255 sm) dan yang termuda di tulis oleh bingcu (wafat tahun 289 sm), meliputi masa sekitar 2000 tahun, kitab suci dari nabi purba di sebut ngo king (kitab suci yang liam).
1.    Kitab suci yang lima
o  si king atau kitab sanjak. Kitab ini terdiri dari kumpulan nyanyian-nyanyian uapara bersifat puji-pujian
o  su king atau kitab dokumentasi sejarah suci
o  ya king atau kitab perubahan. Kitab ini mempunyai nilai universal, berisi tentang ajaran penjadian alam semesta.
o  Lee king atau kitab kesusilaan berisi ajaran kesusilaan dan peribadatan
o  Chun chiu king.kitab suci ini berisi segala macam penilaian dan komentar nabi kongcu atas berbagai peristiwa zama itu.

2.    Kitab suci yang empat atau su si
o  Thai hak atau ajaran besar berisi bimbingan dan ajaran pembinaaan diri, keluarga, masyarakat, Negara dan dunia.
o  Tiong yong atau tengah sempurna berisi ajaran keimanan agama konghucu, iman kepada tuhan, firmanya mengenai manusia, watak sejati.
o  Lun Gie atau sabda suci beirsi percakapan nabi serta para muridnya, juga tentang orang-orang zaman  tersebut dan mengenai peri kehidupan.
o  Bingcu atau kitab suci yang di tulis oleh bingcu yang berfungi menegaskan dna meluruskan tafsir ajaran agama.

C.      KONEP DASAR MENGENAI KEHIDUPANDAN KEMATIAN (DUNIA DAN AKHIRAT)

Di dalam kitb suci ya king atau kitab perubahan, kitab kejadian semesta alam di jelaskan bahwa tuhan itu maha sempurna, maha menjalin, maha member rahmat dan berkat. Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang maha esa, pembaca sifat tuhan dan dunia. Manurut ajaran konhucu semua manusia ketika di lahirkan ke dunia membawa kodrat sebagai makhluk yang pada hakikatnya baik padanya, manusia haruslah memanusiakan dirinya,caranya dengan mengembangkan benih-benih kebajikan yang sudah ada dalam watak. 
1.    Para pengikut konghucu
o  Beriman terhadap Tuhan yang maha esa
o  Beriman bahwa hidupnya dan mengemban firman tuhan
o  Beriman bahwa firman tuhan itu menjadi tugas suci yang wajib di pertanggung jawabkan
o  Beriman bahwa hidupnya mampu mengikuti, tepat, selaras, serasi dan seimbang.
o  Beriman agama merupakan karunia bimbingan tuhan yang maha esa untuk membina diri menempun jalan yang benar.
o  Beriman bahwa jalan suci itu menghendaki hidup memahami, menghayati, mengembangkan.
o  Beriaman bahwa kesetiaan menggelimangkan kebajikan itu wajib di amalakan dengan mencintai
o  Beriman bahwa kewajiban suci ialah menggemilangkan kebajikan
o  Beriman hanya dalam kebajikan itu tuhan berkenan
o  Beriman bahwa kebijakn tuhan itu jalan, keselamatan.

D.      PENYEBARAN AGAMA KONGHUC

1.    Jumlah pemeluk dan organisasi
pada tahun 1957 berdasarkan survie yang di lakukan oleh perserikatan bangsa-bangsa, pemeluk agama konghucu di dunia berjumlah 300.290.500 orang, urutan ke empat terbesar setelah katolik, islam dan budha. Agama konghucu beserta lembaga-lembaganya telah mempunyai sejarah yang tua di Indonesia, tetapi baru pada permulaan abd XX dirintis pembinaan organisasi yang mendiri dengan lembaganya yang bernama kong kauw hwee, pemeluk agama konghucu di Indonesia di imdonesia sekitar 0,7 % dari penduduk Indonesia, atau besekitar 1,4 juta orang terbesar dari desa ke kota. Pembinaan di tingkat pusat di lakukan oleh majelis tinggi agama konghucu Indonesia.

2.    Tata agama dan peribadatannya
Perihal peribadatan dan taat laksana upacara sangatlah penting sebagai sarana Pembina kehidupan umat. Di samping itu tiap sore melakukan sembahyang dengan pernaikan menggunakan Hio (dupa) di dalam altaf khusus. Dan mereka melakukan puasa wajib setelah 3 hari imlek dalm rangka menyongsong sembahyang besar kepada tuhan yang maha esa pada malam tanggal 18 menjelang 9 bulan satu penangalan imlek.

3.    Rumah ibadah
jenis tempat ibadah umat konghucu antara lain : kongcu bio, bun bio, lithang serta tempat kebaktian keluarga. Diadakan juga kebaktian kemasyarakatan yaitu pada sembahyang arwah umum, tanggal 29-VII imlek.
4.    Rohaniwan
Rohaniwan agama konghucu berfungsi sebagai pemimpin umat , pembawa khotbah dan menunaikan doa, menberi pengajarn agama. Ada tiga tingkatan kerohanian:
o  Causing atau penebar agama yang berperan sebagai pelayan kerohanian dan pembinaan umat
o  Bunsu atau guru agama yang lebih berperan sebagai kaum imtelektual tempat para causing berkonsultasi.
o  Haksu atau pendeta di pilih di antara para bunsu yang sudah sangat senior.


E.       HUBUNGAN KEMASYARAKATAN AGAMA KONGHUCU

Praktek kehidupan bekebajikan yang diridhoi tuhan tidak lepas dari pergaulan dan hidup masyarakat. Maka jalan yanag suci itu di dspsti dslsm lims hubungan : pemerintah dangan rakyat, orang tua dengan anaknya, suami dengan istri, kakak dengan adik, kawan dengan sahabatnya. Kebijaksanaan untuk menghadapi dan memecahkan pemasalahan secara tepat, cinta kasih sebangai dasar perbuatan yang menumbuhkan semangat keberanian di dalam menegakkan kebenaran dan tidak cemas menghadapi tantangan.











KESIMPULAN
-       Agama konghucu berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur.
-       Leluhur nabi konghucu adalah baginda suci oey tee (2698-2598 sm), seorang raja suci pembimbing umat manusia berbudaya
-       Lima kitab suci
o  si king atau kitab sanjak.
o  su king atau kitab dokumentasi sejarah suci
o  ya king atau kitab perubahan..
o  Lee king atau kitab kesusilaan
o  Chun chiu king.kitab suci ini berisi segala macam penilaian

-       Kiatb suci yang empat
o  Thai hak.
o  Tiong yong
o  Lun Gie atau.
o  Bingcu

-       Para pengikut konghucu
o  Beriman terhadap Tuhan yang maha esa
o  Beriman bahwa hidup
o  Beriman kepada firman tuhan
o  Beriman bahwa hidupnya mampu mengikuti
o  Beriman agama merupakan karunia
o  Beriman bahwa jalan suci itu menghendaki hidup
o  Beriaman kepada kesetiaan
o  Beriman kepada kewajiban suci
o  Beriman kepada kebajikan




pandangan Agama dalam masyarakat

PANDANGAN  AGAMA DALAM MASYARAKAT MENURUT EMPAT  TOKOH

Pembahasan

1.      Pandangan Agama dalam masyarakat menurut Emile Durkheim
Teori Durkheim mengenai Agama pada umumnya di jelaskan ecara rinci dalam bukunya The elementary forns of religious life. Namun perlu perlu juga di pertimbangkan tentang relevansi tesis utamanya daalam buku sebelumnya, Devision of labour. Buku ini mendudukan Durkheim sepenuhnya dalam tradisi pemikiran evolusioner, jauh lebih jelas daripada yang di jelaskan dalam bukunya Elementary Forms, yang mengemukakan analisis rinci tentang suatu agama primitif, meskipun menarik tentang berbagai peristiwa sosial yang teradi berbarengan dengan perkembangan menuju moenotisme dan universalisme. Durkheim mengubah sendiri tema evolusioner dari spencer dari masyaraat sederhana yang homogeny sampai masyarakat hiterogen. Corak masyarakat ang pertama di tandai dengan “solidaritas mekanik”  di mana anggota memiliki kesamaan pengetahuan dan pengalaman dan kerena itu mereka mengakui aturan-aturan, nilai, dan otoritas yang sama. Setiap pelanggaran terhadap aturan akan di perlakukan sebaagai serangan terhadap seluruh aturan, dan di anggap sebagai pemyimpangan dan peremehan terhadap kesakralan. Solidaritas mekanik adlah solidaritas yang di kokohkan oleh hal-hal skaral dalam masyarakat yang bersangkutan.[1]
Durkheim berpendapat bahwa fungsi agama menghambat perubahan sosial dan mempertahankan solidaritas pada kelompok-kelompok yang ada, selama Agama tertentu tidak dapat melaksanakan fungsi ini secara berhasil, berbagai kelompok baru akan muncul yang pada gilirannya akan di anggap sacral pada kelompoknya. Mengenai masyarakat-masyarakat industry modern dia melihat Nasionalisme dan komunisme sebagai Agama-Agama penganti bagi bebagai bentuk Agam Kristen, dengan mengemukakan bahwa tidak ada sebuah masyarakatpun bisa hidup tanpa menberikan pandangan kepada para anggotanya bentuk hidup yang ideal. Barangkali bisa di perdebatkan bahwa kedua kesimpulan Durkheim itu terbukti benar dalam hubungannya dengan masyarakat-masyarakat industry modern, yakni bahwa kadang-kadang Nasionalsme dan komunisme berkembang dwngan semangat keagamaan dan peribadatan yang sesuai dengannya, dan kadang-kadang ada juga kemajuan nyata dalam sekuralisasi. Meskipun hal ini benar-benar bisa terjadi, kesulitan masih teta ada, yakni bahwa penilaian-penilaian Durkheim yang bermacam-macam tidak memungkinkan dia untuk menentukan factor-faktor sosial atau psikologik kah yang bepengaruh paling besar terhadap berbagai keadaan dari kenyakinan lama, kenyakinan baru atau lama sama sekali tanpa kenyakinan.[2]

2.      Pandangan Agama dalam masyarakat menurut Max Weber
Buku Weber yang terkenal berjudul the protestan Ethic and the spirit of Capitalism, Weber membahas hubungan berbagai kepercayaan keagamaan dan etika praktis, khususnya etika dalam kegiatan ekonomi. Persoalan ini dalam konteks Agama-Agama dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda, tetap menjadi perhatian utamanya, dan kajiannya terhadap Agama Yahudi kuno, dan terhadap berbagai Agama di India dan Cina. Pandangan Weber dalam penolakan terhadap trades, atau perubahan sangat cepat dalam metode dan valuasi terhadap kegiatan ekonomi, tidak akan bisa terjadi tanpa dorongan modal dan Agama. Namun ia juga mengajkan bukti mengenai tetap adanya perbedaan dalam bebagai cara yang di tempuh oleh berbagai kelompok keagamaan untuk ikut bagian dalam kapitalisme yang mapan pada masanya sendiri. Distribusi pekerjaan dan persiapan pendidiakan bagi mereka menunjukan bahwa para pnganut Kristen Protestan Calvinis ebih besar kemungkinannya untuk memainkan peranan dalam dunia usaha dan manajerial, serta untuk melakukan pekerjaan di berbagai organisasi modern berskala besar, di bandingkan dengan penganut Khatolik atau Protestan. Weber berusaha mengidentifiasi berbagai cirri yang membedakan antara Calvinisme dan beberapa versi lain agama Protestan. Mengenai masalah pertama, dia tidak membantah bahwa perintis kapitalisme lebih rakus daripada pendahulunya di kalangan masyarakat bukan kapitalis , dan yang di sebut belakangan ini tidak menyadari bahwa jalan menuju kemakmuran terletak pengumpulan modal.  Dalam konteks Agama Kristen, Weber memperkenalkan istilah asketisisme dunia batin untuk mengimbangi para aktivis puritan dengan Pendetan Khatolik. Kedua duannya asketisisme dunia batin dengan aktivis puritan mempraktekan pandangan hidup asketik, yang oertam dengan tujuan untuk membuktikan kepada dirinya sendirinya akan akan pilihannya pada kehidupan abadi, sedankan yang lainnya dengan maksud agar mendapatkan keselamatan bagi dirinya.[3]
Dalam hal apapun kenyakinan Agama mengilhami mereka umtuk menuju ke suatu pandangan hidup dimana keinginan napsu di tundukkan di bawah susatu pola kegiatan, godaan-godaan yang menuju kepada pemuasaan napsu birahi di perkecil, dan di siplin pribadi di laksanakan sedemikian rupa sehingga semua perbuatan di tujukan untuk mendapatkan tujuan terakhir, yiatu keselamatan. Namun meskipun pendetan menganggap tujuannya adalah keharusan untuk meninggalkan kehidupan sexsual dan kekeluargaan, harta dan hubungan-hubungan kelompok, dan keikutsertaan dalm politik, para pengikut Calvinisme justeru peraya bahwa semua perbuatan ini, bila ditata dan dikoordinasikan secara baik, dapat membantu pemenuhan kehendak Tuhan, dan merupakan bagian dari pengangugan Tuhan di muka Bumi yang merupakan tugas utama Manusia. Weber menganggap Asketesisme dunia lain keakhiratan, yang di lakukan oleh para pendeta lebih menyerupai tuntunan di bandingkan denagn askentesisme dunia batin yang di lakukan aktivis puritan, dan mengakui bahwa kedua tujuan itu dapat berkurang dan pelaksanaan aktualnya.menurut Weber bila pendeta itu semakin dekat dengan dunia maka semakin kecil pula pemgaruhnya, sedangkan sebaliknya bila aktivis puritan semakin dekat maka dia akan semakin besar pengaruhnya. Dan Weber mengamati secara cermat Agama lian yang mengajarkan asketesisme, tetapi bukan variasi asketesisme dunia batin. Ajaran pokok taoisme adalah bahwa ada satu cara atau jalan alami yang dapat juga di ikuti oleh manusia, asalkan dia membatasi ketamakannya untuk diri sendiri, persaingan dan sikap permusuhan. Dia dapat melaksankannya sebaik-baiknya dengan cara dengan meninggalkan semua kegiatan yang mendatangkan godaan-godaan ini, bukan dengan menilainya sebagai bagian dari jalan yang dapat memenuhi kehendak Tuhan. Dengan demikian, godaan, menjauh diri dari politik, kemandirian, bukan ketamakan, sebagai tujuan ekonomik, bersumber dari pandangan taois. Penghalang bagi kapitalisme ini, sebagaimana halnya dalam Agama Budhha, diperkuat dengan kecenderungan untuk kembali kembali kepada magi(sihir) dan animisme, menurut Weber di benarkan dan bahkan didorong oleh taoisme.[4]

3.      Pandangan Agama dalam masyarakat menurut karl marx
Marx adalah seorang tokoh evolusionis, dalam kaitannya dengan masalh-masalah keagamaan maupun ekonomik, tetapi baginya gerakan menuju kompleksitas sosial juga dan selalu merupakan grakan menuju konflik sosial, yakni konflik di antara kelompok-kelompok atau kelas-kelas yang bekepentinagna ekonomik. Meskipun dia bersedia melakukan perampakan (generalisasi) mengenai Agama dalam pada semua masyarakat, dia terutama menarik dengan Agama pada masyarakat-masyarakat yang di dominasi oleh pertentangan kelas, dan dengan  Agama dalam  mengekspresikan atau menghambat pertumbuhan kesadaran kelas di antara orang-orang tertindas. Dan Marx memandang Agama sebuah jeritan maklhuk tertindas, jiwa dari dunia yang tidak berjiwa, dan makna dari kondisi-kondisi yang tidak bermakna. Agama adalah candu rakyat.[5]
Marx pada mulanya tidak tertarik dengan Agma, dan buku-bukunya hanaya berisi acuan-acuan umum saja mengenai Agama namun justru dialah yang mengemukakan kerangka gagasan yang kemudian di gunakan ooleh Engels untuk menganalisis bebrapa aspek khusus sejarah Agama. Secara panjang lebar Engels menulis tentang sejarah Agama Kristen pada masa-masa pertamanya dan struktur masyarakat di dalmnya yang dikembangkannya, tentang berbagaii aspek Agama dalam oerang pemborantakan petani Jerman pada abd ke-16, dan tentang ketidakberagamaan kelompok pekerja Inggris pad abad ke-19. Teori Marx mengenai Agama merupakan bagian dari teori umum yang di kemukakannya mengenai alienasi. Dia berpendapat manusia dalam kehiduan bersama mereka menciptakan berbagai produk sosial. Produk-produ ini bisa berupa benda-benda material, seperti bahan makanan dan bangunan-bangunan, atau produk-produk immaterial, seperti struktur sosial, ilmu pengetahuan atau Agama. Selama manusia tidak terpecah-pecah menjadi dalam beberapa kelas yang saling berlawanan, sebagaimana ketika mereka tidak terpecah-pecah fase komunisme primitive, produk-produk sosial ini diakua sebagai suatu yang di bentuk oleh manusia, dank arena itu bisa mereka bentuk kembali. Kepercayaan-kepercayaan keagamaan yakni pengakuan atas kebenaran mutlak dan tertinggi dogma-dogma dan aturan-aturan tingkah lakunya =, lebih tepikal terhadap kelas tertindas daripada terhadap para penindasnya, kondisi mereka yang tidak memiliki hak-apa-apa, dan karna itu juga tidak memiliki hak untuk mengatur lingkungan hidup mereka, tercermin dalam penyerahan diri mereka kepada Agama. Bagi mereka Agama mengesahkan tatanan ekonomik dan politik yang menempatkan posisi mereka dalam tertindas, dan memberikan kompensasi atas penderitaan-penderitan mereka berupa fantasi-fantasi dalam kehidupan di akhirat kelak.[6]
Mengenai bebagai kemampuan dan kreativitas mnusia seperti percaya bahwa tatanan sosial tergantung pada otoritas Tuhan dan yang tidak dapat di ganggu gugat, dan Marx menyadari bahwa berbagai masyarakatyang primitive ataupun yang terpecah-pecah mempunyai beberapa kelas ternyata bersifat rejigius, maka dia berpendapat bahw sumber berbagai agama yang benar-benar primitive terhadap berbagai proses sosial, dan kerena berbagai perasaan ke tergantungan dan ketakutan kepada kekuatan-kekuatan alam meskipun ke tidaktahuan ini dalam tingkat apapun tetap ada. Menurut Mrx kepercayaan terhadap Agama yang mendukung masyarakat berkelas pada dasarnya merupakan bukti penyerahan ketika menghadapi penindasan. Pada saat penyerahan mulia berubah menjadi kesadran kelas dan perjuangan mnentang para penindasan  hal ini bisa mengambil bentuk bukan penolakan terhadap semua Agama, melainkan pembentukan Agama baru dimana nilai-nilai Agama yang lama di putarbalikan.[7]

4.      Pandangan Agama dalam masyarakat menurut Georg Simmel
Menurut Simmel masyarakat adalah suatu bentuk interaksi sosial atau hubungan sosial yang terpola seperti halnya jaring laba-laba dan tugas sosiolog untuk meneliti bentuk interaksi sedemikian itu bagaimana mereka terjadi dan mewujud di dalam kehidupan sejarah dan seiring dengan budaya yang berbeda. Adapun bentuk-bentuk dari hubungan sosial menurut Simmel: Dominasi (penguasaan), Subordinasi (penundukan), kompetisi, imitasi, pembagian pekerjaan, pembentukan kelompok atau partai-partai dan banyak lagi bentuk perhubungan sosial lain yang semuanya selalu terdapat di dalam kesatuan-kesatuan sosial seperti kesatuan agama, kesatuan keluarga, kesatuan organisasi dagang, sekolah dan lain-lain.[8]
Dalam pandangan Simmel, pokok permasalahan yang sangat tepat untuk sosiologi adalah bentuk-bentuk interaksi dibandingkan dengan isi interaksi. Bentuk-bentuk seperti sosiabilitas menunjukkan pentingnya pembedaan itu, karena bentuk-bentuk khusus itu dapat dimengerti tanpa harus menghubungkannya dengan isinya. Bentuk superordinasi dan subordinasi berbeda, menurut apakah subordinasi itu di bawah satu orang, sejumlah orang, atau suatu prinsip yang ideal. Demikian pula, bentuk-bentuk konflik berbeda menurut tingkat keakraban atau keterlibatan dari pihak-pihak dalam konflik itu secara timbal balik.[9]

Menurut Goerg Simmel Subordinasi sebagai suatu keadaan yang menekan, menyangkal atau mengediakan kebebasan subordinat. Perilaku superordinat, menurut Simmel bukan merupakan manifestasi dari karakteristik pribadi atau kemauan individu; perilaku itu mencerminkan tenggelamnya sebagian kepribadian pada pengaruh bentuk sosial. Simmel membedakan subordinasi dalam tiga jenis. Pertama, subordinasi di bawah seorang individu. Dalam konteks ini subordinat dapat dipersatukan dan dapat pula menjadi oposisi, sangat tergantung pada kondisi. Kedua, subordinasi dibawah pluralitas individu. Kondisi ini memungkinkan subordinat mendapat perlakuan yang obyektif, adil dari superordinat. Hal ini pada masyarakat demoktratis. Ketiga, Subordinasi dibawah suatu prinsip ideal (umum): peraturan hati nurani. Hubungan antara subordinat diatur oleh prinsip-prinsip obyektif atau hukum-hukum dimana kedua belah pihak itu diharapkan untuk taat. Contoh pemimpin agama atau moral. Secara umum, menurut Simmel bahwa terganggunya hubungan antara superordinat dan subordinat akan menyebabkan konflik. Konflik menurut Simmel dapat mempersatukan kelompok minoritas untuk melawan kelompok yang mayoritas dengan membentuk aliansi. Untuk mengakhiri konflik dapat melalui kompromi atau perdamian.  Beberapa bentuk konflik dapat berupa konflik hukum, konflik kelompok, konflik antar pribadi, dan lainnya.[10]



DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, George dan Douglas. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: kencana
Scharf, Betty R. 2004. Sosiologi Agama. Jakarta: Prenada Media





[1] Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, (Jakarta: Prenada Media, 2004) 21-26
       [2] Betty R. Scharf, Sosiologi Agama. . . 21-26
       [3] Ibid
       [4] Betty R. Scharf, Sosiologi Agama. . . 205- 218
       [5] Ibid. . . 26
       [6] Betty R. Scharf, Sosiologi Agama. . .124-125
       [7] Ibid. . . 127
       [8] George Ritzer dan Douglas, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: kencana, 2010) 42-45
       [9] George Ritzer dan Douglas, Teori Sosiologi Modern. . . 42-45
       [10] Ibid